Pernahkah anda memperhatikan peta dunia?, yang anda lihat pasti posisi
Asia di tengah, Asia menjadi centrum dari tata gambar peta. Tahukah anda
bahwa seluruh peta dunia yang beredar sekarang, peta dunia yang
digantungkan di sekolah-sekolah seluruh dunia, di seluruh kantor resmi
negara dan dipelajari anak-anak sekolah adalah pengaruh Bung Karno?
Awalnya
setelah KMB 1949, dan penyerahan kedaulatan, Bung Karno berpikir
tentang tatanan dunia setelah peperangan Indonesia, keberhasilan
Indonesia memperpendek perang dengan Belanda dia meletakkan Indonesia
sebagai centrum dari segala centrum gerakan kemerdekaan di Asia dan
Amerika Latin. Pemahaman Bung Karno tentang meletakkan Asia sebagai
centrum dunia ini dipengaruhi dua orang, yaitu : Tan Malaka dan Ki Ageng
Suryomentaram.
Beberapa bulan setelah Proklamasi Agustus 1945,
Tan Malaka berhasil dihubungi pemuda-pemuda di Bogor, lalu lewat Maruto
Nitimihardjo, Tan Malaka berhasil dibawa ke Djakarta, disana juga telah
hadir beberapa orang, setelah pidato Tan Malaka yang terkenal di Cikini
atas permintaan mahasiswa Prapatan 10, Tan Malaka bertemu dengan Bung
Karno yang diantar dokter pribadinya Suharto ke sebuah rumah lalu dibawa
ke kamar gelap tanpa lampu disana Bung Karno dan Tan Malaka berbicara
berdua, selama berjam-jam Bung Karno digembleng apa arti kemerdekaan dan
meletakkan Indonesia dalam peradaban dunia. Bung Karno paham. Tapi
kemudian Tan Malaka terseret arus gerakan yang lain dan berpisah jarak
dengan Bung Karno.
Di bulan Maret 1950 Bung Karno kedatangan tamu
dari Yogyakarta bernama Ki Ageng Suryo Mentaram, Ki Ageng Suryo
Mentaram adalah anak dari Sultan Hamengkubuwono VIII yang telah meminta
berhenti sebagai Pangeran dan menjalani kehidupan sebagai ahli
kebatinan. Ia seorang pangeran yang unik, tapi brilian dalam memahami
kehidupan, dia juga adalah orang yang mempengaruhi Bung Karno tentang
konsep kemanusiaan dan kebangsaan, serta konsep harga diri sebagai
manusia. Pada tahun 1938 sebelum kekalahan Belanda dengan Jepang di
tahun 1942, ia diam-diam menyusun kekuatan militer dengan melatih silat
ratusan pemuda lalu sempat digerebek rumahnya oleh PID, Intel Hindia
Belanda dan diseret ke penjara tapi kemudian Sultan HB VIII turun tangan
menyelamatkan adiknya itu dengan uang jaminan, Ki Ageng menyadari
'waktunya sudah dekat' untuk Belanda pergi dari Indonesia dan di tahun
1942 sebelum lembaga Putera (Pusat Tenaga Rakyat) terbentuk dimana Bung
Karno, Hadji Mas Mansjur, Hatta dan Ki Hadjar Dewantoro jadi
pemangkunya, mengunjungi Ki Ageng Suryomentaram untuk meminta doa restu,
sekaligus disana dinasihati agar Putera segera membentuk pertahanan
militer. "Kehormatan manusia terletak pada keberaniannya, keberanian-lah
yang membuat manusia ada" kata Ki Ageng Suryomentaram kepada Bung
Karno. Pada pertemuan Ki Ageng Suryomentaram di Istana Merdeka, Ki Ageng
berpesan pada Bung Karno agar untuk menjadi bangsa terhormat, maka
'sadarilah diri kita ada'. Pesan Ki Ageng Suryomentaram inilah yang
kemudian diresapi Bung Karno. Dan atas dasar Ki Ageng Suryomentaram
didirikanlah PETA (Pembela Tanah Air) walaupun di buku-buku sejarah
sering disebut Gatot Mangkoepradja menuliskan dengan jempol darah untuk
meminta Jepang mendirikan Tentara Rakyat (PETA).
Setelah
kepulangan Ki Ageng Suryomentaram Bung Karno berpikir dalam-dalam
tentang Indonesia, kenapa Indonesia selalu tersingkir, kenapa Indonesia
bangsa yang besar ini 'seolah-olah tak ada di mata dunia'. Lalu Bung
Karno duduk lama di perpustakaannya di Istana dan bergelut dengan
puluhan buku, kebiasaan Bung Karno adalah ketika ia sudah mendapatkan
ide tentang memikirkan sesuatu maka ia memerintahkan beberapa orang
pegawai Istana mencari buku-buku dengan judul yang dimaksud, lalu
buku-buku itu dibentangkan halamannya, jarang bagi Bung Karno
menyelesaikan satu buku, sekali ia baca buku ia bisa membaca sepuluh
buku, ia dengan cepat membaca struktur, menarik substansi daripada isi,
lalu mencoret-coret isi tersebut disamping buku, notes-notes ini yang
kemudian jadi pokok pikiran Bung Karno, inilah bedanya Bung Karno dengan
Hatta yang bersih dari coretan dan Hatta selalu berdisiplin
menyelesaikan satu buku yang dibacanya dengan rinci, tak boleh satu
halaman-pun lecek, Hatta adalah pecinta fanatik buku, sementara Bung
Karno lebih kepada perusak buku dan senang mengacak-acaknya, yang
penting baginya substansi pemikiran sebuah buku ketemu.
Saat itu
yang ia pikirkan adalah 'Rahasia dibalik hilangnya Indonesia dari
peradaban', Bung Karno membuka catatan-catatan sejarah masa lalu
Indonesia, ia membaca History of Java yang kemudian dihubungkan dengan
buku Revolusi Perancis lalu ia meloncat ke buku tentang Geopolitik Karl
Haushofer, ia meloncat lagi ke buku filsafat eksistensialisme dari
berbagai macam buku akhirnya bertemu pada satu titik : "Keberadaan
ditentukan oleh Perhatian, Keberadaan ditentukan oleh kesadaran 'bahwa
saya ada'..." ketika Bung Karno sampai pada kesimpulan tersebut lalu
matanya menumpu pada Peta yang menggantung di perpustakaan Istana. Ia
tercekat 'dimanakah Indonesia?' kemudian ia berdiri dari tempat duduknya
dan mendekat ke peta, 'Atlas ini tidak menempatkan Indonesia sebagai
bagian utuh dunia, Indonesia hanya digambarkan garis-garis kecil.
Kemudian ia teringat Tan Malaka dan Ki Ageng Suryomentaram tentang
hakikat 'keberadaan'.
Sebelum tahun 1900, pusat atlas dari dunia
adalah Eropa, barulah pada tahun 1910-an, Amerika Serikat membuat atlas
resmi yang menjadikan benua Amerika sebagai pusat Atlas. Seluruh Atlas
dunia tidak menempatkan Asia sebagai pusat dunia. Bung Karno di tahun
1935 sudah meramalkan pusat dari dunia adalah Asia, lalu di masa masa
Revolusi, Bung Karno sering mengobarkan pidato 'Kelak dunia berpusat di
Asia, seluruh dunia akan datang bangsa-bangsa Asia, untuk itu kita harus
merdeka' dan Indonesia adalah salah satu bangsa pertama yang merebut
kemerdekaannya. Bung Karno melakukan hitung-hitungan bahwa Indonesia
akan menjadi bangsa terkuat di Asia setelah melakukan penetrasi terhadap
geopolitik dunia, namun untuk pertama-tama sebelum masuk pada penetrasi
geopolitik, Bung Karno ingin dunia sadar bahwa Indonesia ada, dan Bung
Karno berpikir bagaimana meletakkan Asia dan Indonesia sebagai pusat
dunia dalam atlas.
Setelah merenung bermalam-malam tentang soal
menyadarkan dunia bahwa 'Indonesia ada', akhirnya Bung Karno berpikir
untuk membuat peta dunia. Suatu pagi Bung Karno mengundang sarapan
Muhammad Yamin dan beberapa orang, Bung Karno senang sekali dengan M
Yamin, jika Yamin bercerita soal kehebatan masa lalu Jawa di tengah
bangsa-bangsa di dunia, walaupun harus diuji kebenaran fakta sejarah,
tapi Yamin berhasil membuat definisi soal wawasan geopolitik Gadjah Mada
dan jaringan Nusantara yang membentuk geopolitik keIndonesiaan. "Yamin,
aku ingin membuat Peta dimana Asia dibuat jadi centris-nya, dimana
Indonesia dengan 'gagah' berada di tengah-tengah bangsa di dunia". Yamin
langsung menyambar :"Coba saja panggil Pak Djamalludin, mungkin dia
bisa" yang dimaksud Djamaluddin adalah Adinegoro, seorang jurnalis
Indonesia terkemuka pada tahun 1920-an.
Djamaluddin yang punya
nama pena Adinegoro itu, merupakan orang Indonesia pertama yang belajar
soal Jurnalistik secara khusus, ia belajar langsung ke Jerman, disana ia
berguru dengan Professor E. Dofivat. Ketika belajar di Jerman ini juga
Adinegoro bergabung dengan perkumpulan yang bernama Asiatische Verein,
persatuan Asia, sebuah embrio gerakan besar yang menyadarkan kebesaran
Asia ditengah-tengah dunia yang sedang bergolak. Saat Adinegoro belajar
di Jerman juga ia menekuni dengan jeli buku Karl Haushofer yang berjudul
: Geopolitik Des Pasifischen Ozeans. Dalam buku Politik Lautan Teduh
diramalkan bahwa bangsa Melayu (Indonesia) akan jadi bangsa Merdeka dan
menjadi bangsa maritim terkuat di dunia. Kesadaran ini juga yang terus
mendorong Adinegoro untuk menekuni sejarah geopolitik dan kerap menulis
tentang laporang Perang Dunia yang meletus di tahun 1939 sampai dengan
tahun 1945.
Rupanya pemikiran Bung Karno dan Djamaluddin
Adinegoro satu ordinat, mereka terus berdiskusi soal Kartografi yang
intinya meletakkan Asia ditengah-tengah. Bung Karno berkata "Pak
Adinegoro, saya paham Asia akan jadi pusat dunia, dan saya akan
mengarahkan Indonesia jadi bangsa terkuat di Asia, Indonesia yang
menyumbangkan bagi peradaban dunia, Indonesia menjadi bangsa yang mampu
menciptakan kesejahteraan dunia, pusat budaya, pusat Ilmu Pengetahuan,
itu obsesiku, lalu dengan meletakkan Indonesia ke dalam titik sentral
Asia, dan menjadi Asia sebagai pusat dunia adalah fase awal dalam
membentuk kesadaran 'bahwa kita ada'.
Itulah pesan Bung Karno
pada Adinegoro, lalu Adinegoro mengajak kawannya Adam Bachtiar untuk
menyusun Atlas dengan Asia sebagai pusatnya, pada tahun 1952 peta itu
selesai dan diserahkan pada Bung Karno, penerbit Peta itu adalah
Penerbitan 'Djambatan Amsterdam' yang kemudian namanya menjadi singkat
saja 'Penerbit Djambatan'. Bung Karno memerintahkan Peta terbitan
Djambatan itu digunakan resmi di sekolah-sekolah, kantor negara dan
umum. Lalu peta itu menyebar, setelah pamor Bung Karno naik di
Konferensi Asia Afrika, Peta versi Djambatan ini ditiru banyak bangsa di
dunia.
Sejak itulah peta yang menggunakan Asia sebagai pusatnya
paling banyak digunakan diseluruh dunia, Peta versi Penerbit Djambaran.
Hanya Amerika Serikat yang masih menggunakan Peta dengan menempatkan
Amerika Serikat sebagai pusat dunia, lain negara menggunakan peta yang
hampir persis dengan penerbit Djambatan ini.
Inilah peran Bung
Karno di masa lalu, inilah mimpi bangsaku di masa lalu, dan ketika di
hari-hari ini Indonesia dipertontonkan oleh para politisi maling di
Pengadilan, mereka yang maling dan berdebat di televisi-televisi, betapa
malunya kita kalau kita sadar sejarah, bahwa bangsa Indonesia dibentuk
oleh manusia-manusia bervisi raksasa, idealisme dan besar kemudian
diperintah dan dipimpin sebarisan maling yang saling berdebat memamerkan
kepandaian mereka mencuri uang negara di depan mata rakyat, seraya
rakyatnya kelaparan dan BBM dinaikkan tanpa pembelaan negara berjuang
memberikan subsidi.........
Jadi jika anda melihat TV tentang suguhan berita berita yang dipamerkan saat ini (korupsi), segera palingkanlah mata anda ke
Atlas dunia, disitulah kita pernah punya mimpi Indonesia sebagai bangsa
besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar